top of page
Search

Post #24: Gagal Adalah Rahasia Sukses #1.



Waktu SMA, saya pernah terobsesi dengan meraih ranking di kelas. Saya kerja keras, belajar sampai larut malam, kerjakan sebanyak banyak nya soal latihan. Akhir nya, setelah melalui perjuangan yang melelahkan, saya benar mendapatkan apa yang saya ingin kan waktu saya menduduki ranking ke dua di kelas 3 SMA di salah satu sekolah yang dari segi akademis termasuk yang paling prestigious di Jakarta. Nilai ujian saya salah satu yang paling tinggi di beberapa pelajaran yang saya sukai.

Tapi aneh nya, beberapa hari sesudah ujian selesai, saya lupa sebagian besar apa yang saya pelajari. Bayang, hanya dalam beberapa hari saja, sebagian besar apa yang saya pelajari menguap. Kalau hari ini saya diberikan soal ulangan yang dulu saya terima, sudah hampir pasti saya tidak bisa kerjakan. Saya percaya saya tidak unik dalam hal ini. Ranking atau tidak ranking, semua orang alami hal yang sama bukan?


Kenapa hal ini terjadi dari generasi ke generasi? Penyebab nya adalah system pendidikan di dunia ini, bukan hanya di Indonesia saja. System pendidikan di sekolah selalu mengajarkan anak-anak untuk menghindari kesalahan (mistake). Kalau kita memberikan jawaban yang salah, kita di label bodoh. Kalau kita terlalu banyak memberikan jawaban yang salah dan tidak lulus ujian, kita di label gagal (failure). Kita terbiasa dengan diatur oleh berbagai aturan di sekolah termasuk: kapan kita masuk sekolah, kapan pulang, kapan istirahat, kapan bicara, kapan diam, dan sebagai nya. Kita tumbuh terbiasa dengan ada orang yang me micro manage hidup kita. Untuk "sukses" di sekolah, jurus nya hanya satu: minimalkan kesalahan.


Ujian di sekolah sudah di jadwal kan di hari, tanggal, bulan, dan jam tertentu. Dalam 1 tahun kalender akademis, hanya ada 3-4 kali ujian. Arti nya, kita tidak boleh sering gagal, karena nilai ujian yang hanya 3-4 kali itu akan di hitung rata-rata nya. Dan mindset takut gagal ini lah yang membentuk saya belajar untuk tidak membuat kesalahan, bukan nya belajar untuk berhasil. Mindset seperti ini membuat saya belajar untuk mendapat nilai yang baik. Pola belajar saya lebih banyak pada latihan soal dan menghafal rumus, dan bukan pada aplikasi konsep dasar yang jauh lebih penting.


Tapi kehidupan di luar sekolah tidaklah demikian. Bayi belajar berjalan dengan banyak jatuh bangun. Kata kunci nya adalah "bangun", bukan jatuh nya. Semakin sering, si bayi jatuh bangun, semakin cepat ia bisa berjalan, berlari, dan bahkan melompat. Anak belajar bersepeda juga mengalami hal yang sama. Dari kegagalan satu ke kegagalan selanjut nya. Setiap kali, anak kita jatuh, secara otomatis dan tanpa sadar di otak bawah sadar nya dia belajar untuk menyesuaikan keseimbangan tubuh nya, reflek otot-otot nya, dan kordinasi kaki dan tangan nya. Process pembelajaran seperti nya menghasilkan skill yang tidak akan hilang seumur hidup. Sekali kita bisa berjalan, kita akan selalu ingat cara nya berjalan. Demikian juga hal nya dengan bersepeda, berbicara, berenang, menulis, dan sebagai nya.


Waktu kuliah, saya kena batu nya. Dosen saya sering memberikan ujian open book. Mahasiswa di perbolehkan membawa buku apa saja ke ujian. Di ujian open book pertama saya, saya bawa banyak buku yang saya pikir relevant. Tapi di ujian pertama itu saya belajar dua pelajaran berharga: kalau format ujian nya open book, buku apa pun yang saya bawa, tidak ada guna nya. Karena jawaban soal yang di berikan, sudah pasti tidak ada dalam buku. Pelajaran kedua yang saya dapatkan adalah: saya harus mahir dalam konsep dasar, bukan rumus, bukan hafalan. Setelah mengerti konsep ini, di ulangan open book selanjut nya, saya bisa lebih tenang (lebih pasrah, tepatnya...) ikut ujian, dan tidak repot-repot membawa banyak textbook lagi.


Demikian pula hal nya di dunia bisnis dan wirausaha. Justru sebaliknya, untuk sukses di dunia bisnis, kita perlu berani mengambil resiko, membuat kesalahan. Di dunia bisnis, ujian datang kapan saja dan dimana saja dan ujian kita selalu open book, open laptop, open smartphone, open friends. Kita bisa Google apapun, text dan telpon siapa pun, untuk membantu kita mencari jawaban ujian dalam hidup dan dalam bisnis. Tapi apakah Google selalu tahu jawaban nya? Belum tentu. Jawaban muncul waktu kita berani menghadapi permasalahan hidup kita dan mau melalui process panjang nya berubah menjadi orang yang lebih baik. Jawaban nya sering kali sudah ada dalam otak kita, tapi kita kadang lebih percaya pada cerita-cerita yang kita buat sendiri. Cerita-cerita itu datang dari arti yang kita berikan pada masalah yang kita sedang hadapi.


Salah satu contoh orang sukses yang mengalami banyak kegagalan adalah Thomas Alva Edison. Edison adalah penemu lampu pijar pertama. Tanpa penemuan nya, kita mungkin masih harus menggunakan lilin dan lampu tempel. Tapi jalan Edison menemukan lampu pijar cukup panjang. Dia harus menemukan bahan filament yang tepat yang bisa menghasilkan cahaya dan tidak terbakar untuk waktu yang cukup lama. Karena ia adalah orang pertama yang mencoba ide gila ini, ia juga tidak tahu harus mulai dari mana. Alhasil, Edison mencoba ribuan kombinasi bahan metal dan gagal ribuan kali. Tapi perspektif Edison sangat berbeda. Dia tidak melihat ribuan kali kesalahan nya sebagai kegagalan. Tapi ia justru memberikan arti yang sangat berbeda. Edison berkata "saya berhasil menemukan ribuan bahan filament yang tidak cocok untuk jadi lampu pijar."

Setiap hari adalah opportunity untuk gagal, dan belajar dari kegagalan itu. Kalau kita tekun belajar dari kesalahan-kesalahan kita, kita akan semakin bijaksana dan semakin berhasil.




"I have not failed. I have just found 10,000 ways that won't work."

Thomas Alva Edison

117 views0 comments

Comments


bottom of page